Senin, 20 Agustus 2012

PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB PADA MASA BANI ABBASIYAH,UMMAYAH DAN DI KOTA KORDOBA

 Awal tumbuh berkembangnya agama Islam di jazirah Arab
Awal tumbuh berkembangnya agama Islam berlangsung di jazirah Arab, terutama di WilayahSaudi Arabia. Keadaan alam dan kehidupan masyarakat di kawasan ini cukup beragam. Keadaan alam wilayah Arab bagian utara berbatasan dengan kawasan berkembangnya peradaban Syria, Mesopotamia, dan Persia. Dibandingkan wilayah Arab lainya, kawasan inipun lebih sering terlibat dalam kancah perdagangan dunia masa kuno. Akibatnya, keadaan penduduknya makmur, terutama dari perdagangan. Keadaan alam wilayah Arab bagian tengah cenderung tandus, karena mereupakan padang gurun. Penduduknya cenderung hidup semi nomaden. Meskipun kurang makmur. Penduduknya, namun terdapat kota penting diwilayah ini, seperti Mekkah dan Madinah. Keadaan alam di wilayah Arap bagian selatan relative subur, dengan curah hujan cukup. Penduduknya telah hidup menetap dan makmur. Mereka hidup sebagai petani dan pedagang.

Islam tumbuh dikawasan Arab bagian tengah. Meskipun lahir dikawasan yang kurang kondusif namun agama Islam dapat berkembang dengan baik dan cepat. Dalam waktu seabad pengaruh islam menyebar mulai dari jazirah Arab, seluruh Asia barat, afrika utara, Spanyol dan Asia.

Keadaan masyarakat Arab terutama di Arab bagian tengah sebelum masa Islam sangat kacau sekali, setiap orang berkelakuan semaunya sendiri, keributan dimana-mana. Sehingga pada zaman ini disebut sebagai zaman jahiliyah.
A.   Perkembangan islam Pada Masa Bani Umayyah
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam.1 Dengan demikian, berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan hukum musyawarah.
Dinasti Bani Umayyah berdiri selama ± 90 tahun (40 – 132 H / 661 – 750 M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan segala bidang para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M).
Pada masa awal pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab bin Abu Sufrah, dan usaha perluasan ke Barat ke daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah ke Afrika Utara. Juga mengerahkan kekuatannya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di luar jazirah Arab, antara lain kota Konstantinopel.
Adapun alasan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk terus berusaha Byzantium.
Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah.
Walaupun keadaan dalam negeri bisa diatasi pada beberapa periode, akan tetapi pada masa-masa tertentu seringkali dapat membahayakan keadaan pemerintah itu sendiri. Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65 – 86 H / 685 – 705 M) keadaan dalam negeri boleh dibilang teratasi. Begitu juga pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M), keadaan dapat teratasi. Dengan keadaan yang demikian itu, kemajuan peradaban dapat dicapai, terutama dalam bidang politik kekuasaan.
Khalifah Walid bin Abdul Malik berusaha memperluas daerahnya menuju Afrika Utara, yaitu ke Maghrib Al-Aqsha dan Andalusia. Dengan kegigihan dan keberanian panglima perang Musa bin Nushair, wilayah tersebut dapat dikuasai sehingga ia diangkat sebagai gubernur Afrika Utara. Musa bin Nushair juga mengutus Tharif bin Malik untuk mengintai keadaan Andalusia yang dibantu oleh Julian. Keberhasilan dalam hal ini membuka peluang bagi Musa bin Nushair untuk melakukan langkah berikutnya dengan mengirim Thariq bin Ziyad menyeberangi lautan guna merebut daerah Andalusia. Tepat pada 711 M, Thariq bin Ziyad mendarat di sebuah selat, yang kini selat tersebut diberi nama dengan namanya, yakni Selat Jabal Thariq atau Selat Giblaltar.
·         Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai :
    1. Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan Kirgis.
    2. Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas. Sikap fanatik Arab sangat efektif dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus menjadi kaum muslimin atau bangsa Islam. Setelah pada saat itu bangsa Arab merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri.
    3. Telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masing- masing tokoh spesialisnya. Antara lain, dalam Ilmu Qiro’at (7 qiro’at) yang terkenal yaitu Ibnu Katsir (120H), Ashim (127H), dan Ibnu Amr (118H).5 Ilmu Tafsir tokohnya ialah Ibnu Abbas (68H) dan muridnya Mujahid yangpertama kali menghimpun tafsir dalam sebuah suhuf, Ilmu Hadits dikumpulkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan Al-Basri (110H), Sa’id bin Musayyad, Rabi’ah Ar-Ra’iy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Sya’bi Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian Ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya.
    4. Perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat, Hajib, Barid dan sebagainya.
B.   Perkembangan islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Daulah Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H / 750 M, Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah di samping bercorak Arab murni, juga terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Msir, dan sebagainya. Juga dinasti Abbasiyah ini system politiknya lebih bersifat demokratis dari pada dinasti Umayyah yang Orientalis.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi (158 – 169 H / 775 – 785 M), dinasti Abbasiyah memperluas kekuasaan dan pengaruh Islam ke wilayah Timur Asia Tengah, dari perbatasan India hingga ke China. Saat itu umat Islam berhasil memasuki selat Bosporus, sehingga membuat Ratu Irene menyerah dan berjanji membayar upeti. Pada masa dinasti ini pula wilayah kekuasaan Islam sangat luas yang meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijjaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Iran (Persia), Irak, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afghanistan, dan Pakistan. Juga mengalami perluasan ke daerah Turki, wilayah-wilayah Armenia dan daerah sekitar Laut Kaspia, yang sekarang termasuk wilayah Rusia. Wilayah bagian Barat India dan Asia Tengah, serta wilayah perbatasan China sebelah Barat.
1.    Kemajuan-Kemajuan dan Perkembangan yang Dicapai :
Secara garis besar ada 2 faktor penyebab tumbuh dan berkembangnya peradaban Islam, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam ajaran Islam bahwa ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, memiliki kekuatan yang luar biasa yang mampu memberikan motifasi bagi para pemeluknya untuk mengembangkan peradabannya.
Sedangkan faktor eksternalnya, yaitu ajaran yang merupakan proses sejarah umat Islam di dalam kehidupannya yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam. Faktor penyebab tersebut adalah semangat Islam, perkembangan organisasi ketatanegaraan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan Islam.
2.    Bentuk-Bentuk Peradaban Islam  dan Tokoh-Tokohnya
a. Kota-Kota Pusat Peradaban
1)    Kota Baghdad, merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (754 – 775 M) pada tahun 762 M. kota ini terletak di tepian sungai Tigris. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid (786 – 809 M), dan anaknya Al-Makmun (813 – 833M).
2)    Kota Samarra, letaknya di sebelah timur sungai Tigris yang berjarak lebih kurang 60 km dari kota Baghdad. Di kota ini terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.7
b. Bangunan Tempat Pendidikan dan Tempat Peribadatan
1)    Madrasah. Ada banyak madrasah, madrasah yang terkenal pada zaman itu adalah Nizamiyyah, yang didirikan oleh Nizam Al-Mulk, seorang perdana menteri pada tahun 456 – 486 H. Madrasah ini terdapat di banyak kota, antara lain di Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara, dan Musol.
2)    Kuttab, yaitu sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah.
3)    Majlis Muhadharah sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan.
4)    Darul-Hikmah sebagai perpustakaan.
5)    Masjid-masjid sebagai tempat beribadah dan sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takahsush. Di antara masjid yang terkenal adalah masjid Cordova, masjid Ibnu Touloun, masjid Al-Azhar, dan sebagainya.
c. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Tokoh-Tokohnya
1)    Filsafat, para tokoh filosuf pada masa itu adalah : Abu Ishak Al- Kindi, Abu Nashr Al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusydi.
2)    Ilmu Kedokteran : Abu Zakaria Yuhana bin Masiwaih, Sabur bin Sahal, Abu Zakaria Ar-Razy, dan Ibnu Sina.
3)    Matematika, ahli matematika Islam yang terkenal ialah Al- Khawarizmi, seorang yang menemukan angka nol (0), sedangkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0, disebut juga “Angka Arab”.
4)    Farmasi dan Kimia, di antara para ahli farmasi dan kimia padamasa pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar.
5)    Ilmu Perbintangan : Abu Mansur Al-Falaky, Jabir Al-Batany, dan Rayhan Al-Bairuny.
6)    Ilmu Tafsir (Tafsir Al-Ma’tsur : Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu ‘Athiyah Al-Andalusy, As-Sudai, Muqatil bin Sulaiman; dan Tafsir bir-Ra’yi : Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahany, dan Abu Yunus Abdussalam).
7)    Ilmu Hadits : Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abi Al-Hasan Al-Bukhari (Imam Bukhari), Imam Abu Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qushairy An-Naishbury (Imam Muslim), Ibnu Majah, Abu Dawud, An-Nasa’i.
8)    Ilmu Kalam, di antara aliran ilmu kalam yang berkembang adalah Jabariyah, Qadariyah Mu’tazilah, dan Asy’ariyah. Para pelopornya adalah Jahm bin Sofwan, Ghilan Al-Dimisyqi, Wasil bin ‘Atha’, Al-Asy’ari, dan Imam Ghazali.
9)    Ilmu Bahasa : Sibawaih, Al-Kisai, dan Abu Zakaria Al-Farra.

C.   Perkembangan islam di kota Cordoba(Iberi Baht)
Kota Cordoba, yang awalnya bernama Iberi Baht,  dibangun pada masa pemerintahan Romawi berkuasa di Guadalquivir. Lima abad kemudian, kota ini  berada dalam kekuasaan Bizantium di bawah komando Raja Goth Barat. Sejarah Cordoba memasuki babak baru saat Islam datang ke wilayah itu pada 711 M atau 93 H. Ketika itu panglima Islam Tariq bin Ziad atas perintah gubernur Afrika Utara, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705-715) dari Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Spanyol dari Goth Barat, Kekaisaran Visigoth. Dengan dikuasainya Spanyol, 700 tentara kavaleri Islam yang dipimpin panglima perang Mugith Ar- Rumi, seorang bekas budak, dengan mudah menguasai Cordoba.
Penaklukan Cordoba dilakukan pada malam hari. Mugith Ar- Rumi dengan pasukan berkudanya berhasil mendobrak tembok Cordoba. Selain menguasai Cordoba, pasukan tentara Islam juga menaklukan wilayah-wilayah lain di Spanyol seperti, Toledo, Seville, Malaga serta Elvira. Selama pemerintahan Umayyah berpusat di Damaskus, Toledolah yang dijadikan ibu kota Spanyol. Cordoba baru menjadi ibukota Spanyol ketika dinasti tersebut  ditumbangkan oleh Dinasti Abbasiyah tahun 750 M.
Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I sebagai penerus Dinasti Ummayah pindah ke Spanyol, yang waktu itu Islam sudah eksis. Ia menjadikan kota Cordoba sebagai ibukota pemerintahan dinastinya di benua Eropa. Dalam membangun kota ini ia mengundang dan mendatangkan ahli fikih, alim ulama, ahli filasafat, dan ahli syair untuk bertandang dan mengembangkan ilmunya di Cordoba. Akhirnya kota ini menjadi pusat perkembangan ilmu, pengetahuan, kesenian dan kesusasteraan di seantero benua Eropa.[2]
Puncak kejayaan dan masa keemasan Cordoba mulai berlangsung pada era pemerintahan Khalifah Abdul Rahman An-Nasir dan pada zaman pemerintahan anaknya Al-Hakam. Ketika itu, Cordoba telah mencapai kejayaannya hingga pada taraf kekayaan dan kemewahan yang belum pernah tercapai sebelumnya. Pembangunan pada masa ini tumbuh pesat. Bangunan-bangunan berarsitektur megah bermunculan. Ketika malam tiba, jalan-jalan di kota hingga keluar kota diterangi lampu hias yang cantik dan anggun. Kota Cordoba pun terbebas dari sampah. Taman-taman nan indah menjadi daya tarik bagi para pendatang yang singgah di kota itu. Mereka bersantai di taman yang dipenuhi bunga dan tata landskap. Tak heran, bila pada era itu Cordoba mempu mensejajarkan diri dengan Baghdad sebagai ibu kota pemerintahan Abbasiyah. Tak cuma itu, Cordoba juga setaraf dengan Konstantinopel, ibu kota kerajaan Bizantium serta Kaherah, ibukota kerajaan Fatimiah.
Saat Cordoba berada dalam puncak kejayaannya (abad ke 9 dan 10 M) terdapat lebih dari 200 000 rumah di dalam kotanya. Jumlah masjid sebanyak 600 buah, 900 public baths, 50 rumah sakit dan sejumlah pasar besar yang menjadi pusat perdagangan dan sentra perekonomian. Pada saat itu, Cordoba telah mampu menempatkan duta besarnya hingga ke negara yang amat jauh seperti India dan Cina. Kota bersejarah yang bertengger di sepanjang tebing sungai Guadalquivir ini tidak ada tandingannya di Eropa dalam hal kemajuan peradabannya.



   Demikian pembahasan di atas mengenai perkembangan umat islam di jazirah arab.Semoga bermanfaat . . . . .!!! Jangan lupa komentarnya mengenai postingan di atas

1 komentar: